Saturday, August 12, 2006

ketidakdewasaan berpolitik dari para subjek2nya

Dunia perpolitikan di Indonesia saat ini memang masih bisa dikatakan belum cukup dewasa. Banyak diantara subjek2 politik di Indonesia yang mengeluarkan sikap yang kekanak-kanakan. subjek-subjek yang dimaksud disini bukan cuma subjek-subjek individual namun juga subjek-subjek kolektif seperti misalnya kabinet pemerintahan, partai politik, organisasi massa dll. Pada tataran individual ada banyak sekali pihak-pihak yang menunjukkan ketidakdewasaan dalam berpolitik. Seringkali argumen-argumen atau opini yang dikeluarkan oleh individu tersebut terasa sangat timpang dengan kondisi perpolitikan ideal yang kondusif. Beberapa contoh diantaranya adalah wakil presiden kita tercinta, Jusuf Kalla, yang mengeluarkan kata-kata cemoohan terhadap rakyatnya sendiri. saat ditanya pers mengenai hal tersebut dia berkelit dengan berkata bahwa yang diutarakannya itu hanyalah gurauan belaka. Contoh lain dari tataran individu ini adalah ketua DPR kita yang terhormat. Dia sudah cukup sering mengeluarkan pendapat-pendapat yang jika diteliti dengan jeli maka akan terlihat minimnya keberpihakan dia pada rakyat. Padahal seharusnya sebagai seorang anggota dewan perwakilan RAKYAT dan lebih lagi dia adalah ketuanya, seharusnya dia menunjukkan keberpihakan penuh pada rakyat. Dan yang terkahir, subjek individu politik yang menurut saya paling tidak dewasa adalah sang 'guru besar NU', Abdurrahman Wahid atau biasa disebut Gus Dur. Begitu banyak selentingan-selentingan kotor dan perilaku-perilaku buruk yang dia keluarkan dimuka publik yang tak sepantasnya dia lakukan. Tapi biarlah... gusdur tetap gusdur. Mungkin memang sikap itu sudah menjadi tabiat hidupnya yang tak dapat diubah lagi. Semoga Allah membukakan matanya akan jalan kebenaran.

Itu adalah contoh lemahnya kedewasaan berpolitik bagi subjek-subjek individual politik di Indonesia. Ternyata ketidak dewasaan berpolitik juga ditemukan pada tataran kolektif. Marilah kita ambil contoh kabinet pemerintahan indonesia sekarang ini yang diberi nama Kabinet Indonesia Bersatu (KIB). Rakyat sudah sangat sering melihat perseteruan internal dalam kabinet itu sendiri. Mereka seringkali memperebutkan wewenang kerja untuk departemen mereka. Contoh yang terdekat adalah kasus flu burung. Departemen pertanian berseteru dengan departemen kesehatan perihal siapa yang memiliki wewenang untuk mengimpor vaksin anti virus avian (flu burung). Sebenarnya apa yang mereka lakukan itu menyimpan tanda tanya besar. Kenapa ada pihak yang menginginkan jatah pekerjaan? Padahal jika dilihat secara logika kerakyatan tentu departemen yang menang tak akan mendapat apapun selain pekerjaan yang bertambah banyak. Satu hipotesa yang mungkin disini adalah bahwa ada celah emas dalam upaya impor vaksin tersebut. Dalam tugas tersebut departemen yang mendapat tugas tersebut memiliki celah untuk melakukan korupsi. Apa yang dilakukan oleh kabinet tersebut jelas sangat tidak dewasa karena kita semua tahu bahwa yang terpenting dalam kasus ini bukanlah siapa yang mendapat wewenang akan tugas ini tapi bagaimana caranya agar rakyat bisa secepatnya terbebas dari ancaman virus avian. Jika mereka terus saja berkutat pada perseteruan mereka maka bukan tidak mungkin virus tersebut terlanjur masuk ke Indonesia dan mengancam setiap jiwa-jiwa rakyat indonesia.

Sikap tidak dewasa dalam berpolitik juga diperlihatkan oleh hampir semua partai politik di Inodnesia. Salah satu sinyalemen ketidakdewasaan tersebut adalah menjamurnya partai-partai yang didasarkan pada penokohan individu. PDIP dengan megawati, PD dengan SBY, PAN dengan amin rais (PAN mungkin memang memiliki kedekatan dengan organisasi islam terkemuka yang sudah cukup lama berdiri di Indonesia, Muhammadiyah. Namun dalam kasus ini amin rais jelas tidak menggunakan figur muhammadiyah sebagai daya tarik parpolnya. Dia justru berusaha menampilkan figurnya sendiri sebagai daya tarik partainya itu) dan masih banyak lagi partai-partai kecil yang berusaha menampilkan tokoh-tokoh sentral dalam partai mereka. Apa yang dilakukan oleh partai-partai tersebut jelas bukanlah suatu tindakan yang dewasa karena penggunaan tokoh sentral sebagai daya tarik politik merupakan daya tarik yang sangat rentan. Daya tarik tersebut akan bisa sangat kuat untuk beberapa saat, namun dapat dipastikan hal itu tak akan berlangsung lama. Coba kita lihat kondisi PDIP sekarang. Setelah pamor megawati sebagai tokoh sentralnya menurun karena kegagalannya memimpin pemerintahan indonesia, pamor partai tersebut juga ikut turun secara signifikan. Coba lihat juga PAN, setelah amin rais memutuskan untyuk tidak lagi berpolitik, partai yang dulu dipimpin olehnya kini gembos. Besar secara massa (karena masih ada pengaruh muhammadiyah) namun minim kualitas kerja.

Bentuk ke tidak dewasaaan berpoltik yang ada pada tataran subek kolektif parpol juga ada dalam bentuk penyikapan-penyikapan parpol tersebut. Disini contoh yang paling mudah adalah PKS saat pemilihan presiden tahap kedua pada tahun 2004 lalu. Disana terlihat betapa plin-lan nya partai tersebut dalam mengeluarkan sikap. Banyak kader dan simpatisannya yang menunggu-nunggu keputusan DPP PKS tentang sikap PKS akan pemilihan presiden tersebut. Mungkin memang dalam internal partai mereka terdapat banyak pertimbangan penuh kehati-hatian dalm mengeluarkan sikap. Namun apa yang dilakukan oleh mereka tetap saja merupakan bentuk ketidak dewasaan dalam berpolitik. Walaupun ada sebagian kadernya yang berkelit bahwa sikap plin-plan tersbut wajar adanya karena partai tersebut memang tergolong partai yang masih muda. Tetap saja partai tersbut masih menunjukkan kelemahannya dalam berpolitik karena sebenarnya basis partai tersebut sudah ada sejak lama, sekitar awal tahun 80-an.

Jika ditilik lebih jauh lagi maka kita akan menemukan lebih banyak lagi bukti-bukti ketidakdewasaan berpolitik yang ada pada hamper emua subjek politik di Indonesia. Namun saya merasa tidaklah terlalu bermanfaat jika kita hanya membahas tentang nilai-nilai negative yang ada tanpa berusaha memikirkan solusi atas kondisi kontraproduktif tersebut. Pada tulisan politis saya berikutnya, saya akan mencoba menelaah tentang mengapa ketidakdewasaan tersebut dapat terjadi untuk kemudian dicari solusinya.

No comments: